Minggu, 03 Mei 2009

Berapa Malaikat Yang Kau Temui Hari Ini????

Ya berapa malaikat yang sudah kau temui hari ini?
Atau hari kemarin?
Di dalam perjalananmu menuju tempat kerja?
Atau dalam perjalananmu menuju ke rumah kembali?
Berapa?

Bahkan itu di rumahmu sendiri.
Berapa malaikat yang kau temui?

Tidak ada?
Tidak mungkin! Siapa bilang?

Mari kita ingat-ingat lagi...

Mungkin dia yang membuatmu marah-marah karena
membuatmu terbangun di tengah malam buta. Membuatmu
terjaga dengan tangisan. Dan kau hanya berkata dengan
bersungut-sungut, "Anak siapa sih? Rese amat
malem-malem nangis. Berisik!"

Padahal mungkin ia membangunkanmu untuk sesuatu hal
bermanfaat yang bisa kau lakukan di tengah malam itu.

Mungkin dia yang membuatmu sewot, ketika kau
bertabrakan badan di jalan sehingga membuatmu
terjatuh. Dan kau menjadi sedikit sakit dan malu. Dan
kau membentaknya dengan ucapan, "Pake mata dong kalo
jalan!"
Padahal mungkin ia mengajakmu untuk berlatih bersabar
dan malahan justru jika ia tidak menabrakmu kau akan
sedetik lebih cepat dan mungkin ceritanya akan
berbeda. Tertabrak mobil barangkali.

Mungkin dia yang membuatmu berpikir buruk, sebab
setiap hari ia selalu menengadahkan tangan padamu
dengan pakaian compang-camping dan baju dekilnya.
Sehingga membuat ini terbersit di pikiranmu, "Males
amat sih ini orang. Badan masih seger gitu loh?"
Padahal mungkin ia mengajakmu untuk berpikir positif
dan lebih bermurah rejeki, setidaknya bermurah senyum.

Ya. Cobalah ingat-ingat lagi. Berapa kali dalam sehari
kau membentak, menghardik, membenci, berprasangka,
mencibir, memaki orang lain?

Berapa kali?

Sebab mungkin sebanyak itu pulalah kau berlaku tidak
sepantasnya pada malaikat.

Senyumlah setiap hari pada siapapun yang kau jumpai.
Berpikirlah positif pada setiap orang yang kau temui.
Perlakukanlah orang lain dengan cara yang sama seperti
kau mengharapkan orang lain memperlakukanmu. Tuhan
selalu "bekerja" dengan cara yang misterius.
Maka, selalu lah peka dalam menyikapi semua ini.

Roman Jakobson

Roman Jakobson

Roman Osipovich Jakobson , (Russian, Роман Осипович Якобсон ), ( Roma Osipovich Jakobson, (Rusia, Роман Осипович Якобсон), ( 11 October 11 Oktober 1896 1896 -- 18 July 18 Juli 1982 1982 ) was a ) Adalah seorang Russia Rusia n linguist and literary critic, associated with the Formalist school. n linguist dan kritikus sastra, yang terkait dengan formalisme sekolah.He became one of the most influential linguists of the 20th century by pioneering the development of structural analysis of Ia menjadi salah satu yang paling berpengaruh ahli bahasa di abad ke-20 oleh merintis pengembangan analisis struktural dari language bahasa , , poetry puisi , and , Dan art seni . .

Life and work Hidup dan bekerja

Jakobson was born to a well-to-do family in Russia of Jewish descent, and he developed a fascination with language at a very young age. Jakobson dilahirkan untuk orang kaya di Rusia dari keluarga keturunan Yahudi, dan ia mengembangkan pesona dengan bahasa pada usia yang sangat muda. As a student he was a leading figure of the Sebagai mahasiswa ia adalah seorang tokoh terkemuka dari Moscow Linguistic Circle Moskow Linguistic Circle and took part in dan ikut ambil bagian dalam Moscow Moskow 's active world of 's aktif dunia avant-garde avant-garde art and poetry. seni dan puisi. The linguistics of the time was overwhelmingly Linguistik yang di waktu itu sangat neogrammarian neogrammarian and insisted that the only scientific study of language was to study the history and development of words across time (the approach, in Saussure's terms). dan bersikeras bahwa hanya kajian ilmiah dari bahasa adalah untuk belajar sejarah dan perkembangan di seluruh waktu kata (pendekatan, di Saussure's terms). Jakobson, on the other hand, had come into contact with the work of Jakobson, di sisi lain, telah bersentuhan dengan karya Ferdinand de Saussure Ferdinand de Saussure , and developed an approach focused on the way in which language's structure served its basic function ( approach) - to communicate information between speakers. , Dan mengembangkan pendekatan yang berfokus pada cara di mana bahasa dari struktur dilayani dengan fungsi dasar (pendekatan) - untuk berkomunikasi antara informasi speaker.

1920 was a year of political upheaval in Russia, and Jakobson relocated to 1920 adalah tahun pergolakan politik di Rusia, dan dipindahkan ke Jakobson Prague Prague as a member of the Soviet diplomatic mission to continue his doctoral studies. sebagai anggota dari misi diplomatik Soviet untuk melanjutkan studi doktoral. He immersed himself both into the academic and cultural life of pre-war Czechoslovakia and established close relationships with a number of Czech poets and literary figures. Dia yg terbenam ke dalam dirinya, baik akademik dan budaya kehidupan pra-perang Cekoslovakia dan membangun hubungan yang dekat dengan sejumlah Ceko Poets dan tokoh-tokoh sastra. He also made an impression on Czech academics with his studies of Czech verse. Dia juga membuat kesan di Ceko akademisi dengan studi dari ayat Ceko.In 1926, together with Dalam 1926, bersama dengan Vilém Mathesius Vilém Mathesius and others he became one of the founders of the " Prague school " of linguistic theory (other members included dan lain-lain, dia menjadi salah satu pendiri dari "Prague sekolah" dari teori linguistik (termasuk anggota lainnya Nikolai Trubetzkoi Nikolai Trubetzkoi , , René Wellek René Wellek , , Jan Mukařovský Jan Mukařovský ). ). There his numerous works on phonetics helped continue to develop his concerns with the structure and function of language. Ada banyak yang bekerja pada fonetik terus membantu mengembangkan kekhawatiran itu dengan struktur dan fungsi bahasa. Jakobson's universalizing structural-functional theory of Jakobson's universalizing struktural-fungsional teori phonology fonologi , based on a , Berdasarkan markedness markedness hierarchy of hierarki distinctive features fitur khusus , was the first successful solution of a plane of linguistic analysis according to the Saussurean hypotheses. , Adalah yang pertama berhasil solusi dari pesawat analisis linguistik menurut Saussurean hypotheses. (This theory achieved its most canonical exposition in a book co-authored with (Ini teori yang paling dicapai kanonik eksposisi dalam sebuah buku bersama dengan Authored Morris Halle Morris Halle .) This mode of analysis has been since applied to the plane of Saussurean sense by his protegé .) Mode ini analisis telah sejak diterapkan pada pesawat Saussurean rasa oleh para protege Michael Silverstein Michael Silverstein in a series of foundational articles in functionalist linguistic typology. dalam serangkaian artikel di functionalist dasar linguistik tipologi.

Jakobson left Prague at the start of WWII for Jakobson Prague kiri pada awal WWII untuk Scandinavia Skandinavia , where he was associated with the Copenhagen linguistic circle, and such thinkers as , Di mana dia terkait dengan Kopenhagen linguistik lingkaran, dan pemikir seperti sebagai Louis Hjelmslev Louis Hjelmslev . . As the war advanced west, he fled to Sebagai perang lanjutan barat, ia melarikan diri ke New York City New York City to become part of the wider community of intellectual émigrés who fled there. untuk menjadi bagian dari masyarakat yang lebih luas dari intelektual émigrés ada yang melarikan diri. He was also closely associated with the Czech emigree community during that period. Ia juga berkaitan erat dengan Ceko emigree masyarakat selama jangka waktu tersebut. At the Pada École libre des hautes études Gratis École des Hautes Etudes , a sort of Francophone university-in-exile, he met and collaborated with , Semacam universitas Francophone dalam pengasingan, dia bertemu dan berkolaborasi dengan Claude Lévi-Strauss Claude Lévi-Strauss , who would also become a key exponent of , Yang juga akan menjadi kunci dari eksponen structuralism strukturalisme . . He also made the acquaintance of many American linguists and anthropologists , such as Dia juga membuat banyak kenalan Amerika ahli bahasa dan antropologi, seperti Franz Boas Franz Boas , , Benjamin Whorf Benjamin Whorf , and , Dan Leonard Bloomfield Leonard Bloomfield . . He became a consultant to the Dia menjadi konsultan untuk International Auxiliary Language Association International Auxiliary Language Association , which would present , Yang akan hadir Interlingua Interlingua in 1951. di 1951.

In 1949 Jakobson moved to Pada tahun 1949 dipindahkan ke Jakobson Harvard University Harvard University , where he remained until retirement. , Di mana ia tetap hingga pensiun. In his last decade he maintained an office at the Dalam dekade terakhir dia dipelihara di sebuah kantor Massachusetts Institute of Technology Massachusetts Institute of Technology , where he was an honorary Professor Emeritus. , Di mana dia adalah kehormatan Profesor Emeritus. In the early 1960s Jakobson shifted his emphasis to a more comprehensive view of language and began writing about communication sciences as whole. Pada awal tahun 1960-an Jakobson dialihkan kepada penekanan yang lebih komprehensif untuk melihat bahasa dan mulai menulis tentang ilmu komunikasi sebagai keseluruhan.

The communication functions Fungsi komunikasi

Based on the Berdasarkan Organon-Model Model Organon - by oleh Karl Bühler Karl Bühler , Jakobson distinguishes six communication functions, each associated with a dimension of the , Jakobson membedakan enam fungsi komunikasi, masing-masing terkait dengan dimensi yang communication komunikasi process:"Dimensions" 1 "context" 2 "message" 3 "sender" --------------- 4 "receiver" 5 "channel" 6 "code" Proses: "Dimensi" 1 "konteks" 2 "pesan" 3 "pengirim" --------------- 4 "penerima" 5 "saluran" 6 "kode"

*"Functions" * "Fungsi"
*# "referential" (= contextual information) * # "Setiap" (= informasi kontekstual)
*# "poetic" (= * # "Puitis" (= autotelic autotelic ) )
*# "emotive" (= self-expression) * # "Emosional" (= diri)
*# "conative" (= vocative or imperative addressing of receiver) * # "Conative" (= bentuk atau keharusan menangani dari penerima)
*# "phatic" (= checking channel working) * # "Phatic" (= memeriksa saluran kerja)
*# "metalingual" (= checking code working):(Middleton 1990, p.241) * # "Metalingual" (= memeriksa kode kerja): (Middleton 1990, p.241)

One of the six functions is always the dominant function in a text and usually related to the type of text. Salah satu dari enam fungsi selalu fungsi yang dominan dalam teks dan biasanya terkait dengan jenis teks. In poetry, the dominant function is the poetic function: the focus is on the message itself. Dalam puisi, yang dominan adalah fungsi puitis fungsi: fokus pada pesan itu sendiri. The true hallmark of poetry is according to Jakobson "the projection of the principle of equivalence from the axis of selection to the axis of combination". Yang benar adalah tanda puisi menurut Jakobson "proyeksi dari prinsip persamaan derajatnya dari poros seleksi ke poros dari kombinasi". [The exact and complete explanation of this principle is beyond the scope of this article.] Very broadly speaking, it implies that poetry successfully combines and integrates form and function, that poetry turns the poetry of grammar into the grammar of poetry, so to speak. [Yang tepat dan lengkap penjelasan tentang prinsip ini tidak dijelaskan di dalam artikel ini.] Sangat pd umumnya, ini menunjukkan bahwa puisi berhasil menggabungkan dan terintegrasi bentuk dan fungsi, yang ternyata puisi yang puisi dari tata bahasa ke dalam tata bahasa puisi, sehingga untuk berbicara . A famous example of this principle is the political slogan "I like Ike." Sebuah contoh yang terkenal adalah prinsip ini politik slogan "I like Ike." Jakobson's theory of communicative functions was first published in "Closing Statements: Linguistics and Poetics" (in Thomas A. Sebeok, "Style In Language", Cambridge Massachusetts, MIT Press, 1960, p. 350-377). Jakobson dari teori fungsi komunikatif ini pertama kali diterbitkan dalam "Penutup Pernyataan: Linguistik dan Poetics" (dalam Thomas A. Sebeok, "Gaya Dalam Bahasa", Cambridge Massachusetts, MIT Press, 1960, hal 350-377).

Legacy Legacy

Jakobson's three principal ideas in linguistics play a major role in the field to this day: Jakobson dari tiga ide pokok dalam linguistik memainkan peran utama di lapangan sampai hari ini: linguistic typology linguistik tipologi , , markedness markedness , and , Dan linguistic universals linguistik universals . . The three concepts are tightly intertwined: typology is the classification of languages in terms of shared grammatical features (as opposed to shared origin), markedness is (very roughly) a study of how certain forms of grammatical organization are more "natural" than others, and linguistic universals is the study of the general features of languages in the world. Tiga konsep yang ketat intertwined: tipologi klasifikasi adalah bahasa dari segi tatabahasa bersama fitur (dibandingkan dengan berbagi asal), adalah markedness (very roughly) studi tertentu bagaimana bentuk tatabahasa organisasi yang lebih "alami" dari orang lain, linguistik dan universals adalah ilmu umum fitur bahasa di dunia. He also influenced Ia juga dipengaruhi Nicolas Ruwet Nicolas Ruwet 's 's paradigmatic analysis analisis paradigmatic . .

Jakobson's work has been an influence on the psychoanalysis of Jakobson pekerjaan yang telah mempengaruhi pada psikoanalisa dari Jacques Lacan Jacques Lacan and philosophy of dan filosofi Giorgio Agamben Giorgio Agamben . .

Jumat, 03 April 2009

Analisis Puisi Sawer Panganten

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan satu negara yang kaya akan tradisi dan budayanya. Tradisi itu sendiri terbagi atas dua bagian, yaitu tradisi tulis dan tradisi lisan/bukan tulisan. Tradisi tersebut, merupakan tradisi yang lahir dari beberapa abad tahun yang lalu, maka dari itu, ada sebagian orang yang menyebutnya sebagai kesenian tradisional.

Tradisi lisan pada zamannya, merupakan salah satu tradisi yang lahir sebelum mengetahui tulisan/aksara secara meluas. Sehingga tidak heran apabila tradisi ini memegang peranan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu budaya.

Pada beberapa tahun ini, tradisi lisan sudah cukup mendapat perhatian. Hal tersebut dapat terlihat dengan dilakukannya penelitian-penelitian, baik itu sebagai pengimpentarisasian atau sebuah analisis. Untuk sekarang ini, kita sudah dengan mudah dapat menyaksikan di beberapa stasiun televisi penyajian acara tentang tradisi/kebudayaan di wilayah iIndonesia, termasuk tradisi lisan. Harapannya, hal itu sebagai salah satu kepedulian terhadap keberadaan tradisi lama agar supaya tidak musnah dan hilang tanpa jejak.

Jawa Barat pun demikian, sebagai salah satu daerah bagian Indonesia, terdapat tradisi lisan yang barang tentu akan berbeda dengan daerah-daerah yang lainnya, dan ini pun sudah banyak menarik peneliti untuk peduli dengan keberadaannya. Salah satu ragam dan bentuk dari tradisi lisan yang berada di Jawa Barat yaitu Puisi.

Puisi sawer panganten merupakan salah satu bentuk tradisi lisan dan masuk pada wilayah folklor. Istilah folklor di Indonesia pertama kali dikemukakkan oleh James Danandjaja, definisinya adalah sebagai berikut:

“Folklor yaitu sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device)” (Danandjaja, 1997:2). Pendapat Rusyana (1978:1) folklor adalah merupakan bagian dari persendian cerita yang telah lama hidup dalam tradisi suatu masyarakat.

Folklor pada masyarakat Sunda, sama dengan folklor dengan daerah lain, yaitu terbagi menjadi folklor lisan (verbal folklore), folklor setengah lisan (partly folklore) folklor bukan lisan (nonverbal folklore).

Puisi sawer panganten termasuk ke dalam folklor lisan. Menurut pendapat rusyana (1976) foklor lisan atau sastra lisan mempunyai kemungkinan untuk berperanan sebagi kekayaan budaya khususnya kekayaan sastra; sebagai modal apresiasi sastra sebab sastra lisan telah membimbing anggota masyarakat ke arah apresiasi dan pemahaman gagasan dan peristiwa puitik berdasarkan praktek yang telah menjadi tradisi selama berabad-abad; sebagai dasar komunikasi antara pencipta dan masyarakat dalam arti ciptaan yang berdasarkan sastra lisan akan lebih mudah digauli sebab ada unsurnya yang sudah dikenal oleh masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian Puisi Sawer Panganten Adat Sunda Di Kecamatan Astanaanyar, Bandung, merumuskan beberapa masalah, diantaranya:

(1) Bagaimanakah struktur teks Puisi Sawer Panganten ?,

(2) Bagaimanakah konteks penuturan Puisi Sawer Panganten ?,

(3) Bagaimana proses penciptaan Sawer Panganten ?,

(4) Bagaimanakah fungsi dari Puisi Sawer Panganten ?.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan lain yang ingin dicapai melalui penelitian ini di antaranya:

(1) Mngetahui struktur teks dari Puisi Sawer Panganten,

(2) Mengetahui proses penciptaan Sawer Panganten,

(3) Mengetahui konteks penuturan Puisi Sawer Panganten,

(4) Mengetahui fungsi dari Puisi Sawer Panganten.

1.4 Metode Penelitian

Langkah-langakah kerja dalam mengungkap unsur-unsur struktur dan nilai-nilai yang terkandung di dalam puisi sawer panganten digunakan metode “deskriptif analitik” dengan teknik pengumpulan data wawancara. Wawancara digunakan maksudnya untuk mencari data teks puisi sawer panganten dan hal-hal apa saja yang berkaitan dengan puisi sawer panganten.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Puisi Sawer Panganten

Puisi sawer panganten adalah salah satu bagian atau rangkaian dalam prosesi pernikahan adat Sunda. Puisi ini digunakan dalam upacara saweran untuk pengantin. Puisi sawer panganten dilakukan oleh seseorang yang ahli dalam menembangkannya atau disebut juga juru sawer.

Teks yang dianalisis merupakan teks puisi sawer yang diperoleh dari sebuah acara pernikahan di Kecamatan Astanaanyar, Bandung. Puisi sawer yang dianalisis, yaitu puisi sawer panganten adat Sunda. Puisi sawer tersebut menggunakan bahasa Sunda. Analisis ini akan mengacu pada struktur, konteks penuturan, proses penciptaan dan fungsi.

2.1.1 Analisis Struktur Teks Puisi Sawer Panganten

Analisis struktur teks akan meliputi analisis: formula sintaksis, formula bunyi, formula irama, majas, dan tema. Berikut teks puisi sawer panganten:

Teks asli: Teks terjemahan:

(1) Bismillah ngawitan ngidung Bismillah memulai nyanyian

(2) Nyebat asma Maha Suci Menyebut nama Maha Suci

(3) Maha Welas, Maha Asih Maha Pengasih, Maha penyayang

(4) Cunduk waktu nurhayu Tiba saatnya kebahagiaan

(5) Niti wanci nu mastarub Meniti waktu yang pasti

(6) Hidep nalikeun duriat Kalian mengikat cinta kasih

(7) Ngaitkeun asih birahi Menyatukan kasih sayang

(8) Tumut parentah Pangeran Mengikuti perintah Allah

(9) Gusti nu Maha Kawasa Allah yang Maha Kuasa

(10) Nu munajat siang wengi Tempat meminta siang malam

(11) Sangkan kang putra waluya Agar sang putra mendapat kemuliaan

(12) Siang pinareng wengi Siang dan malam

(13) Prung anaking geura manggung Segeralah anakku laksanakan

(14) Didoakeun beurang peuting Didoakan siang dan malam

(15) Geus tandang cumarita Sudah tiba saatnya

(16) Nenede nu Maha Suci Memohonlah kepada yang Maha Suci

(17) Ginanjar kawilujengan Agar mendapat keselamatan

(18) Amin ya robbal allamin Amin ya robbal allamin

(19) Mugi Gusti nangtayungan Semoga Allah melindungi

2.1.1.1 Formula Sintaksis

Puisi sawer panganten mempunyai 19 larik. Dari keseluruhan larik, penulis hanya akan menganalisis larik 1, 6 dan 19 yang merupakan bagian pembuka, isi, dan penutup dari teks puisi sawer panganten. Pertama-tama penulis akan menganalisis pada tataran formula sintaksis, terutama untuk lebih mengangkat aspek fungsi, kategori dan peran komponen-komponen teks puisi sawer panganten tersebut.

Pada kalimat pertama merupakan bagian pembuka dari teks puisi sawer panganten, kalimatnya dibentuk dengan konstruksi S + P + O yaitu terdapat pada larik pertama /Bismillah ngawitan ngidung/. Pada larik ini terdiri atas tiga kata dan delapan suku kata. Kata Bismillah menempati sebagai fungsi subjek yang berkategori kata benda (nomina) dan mempunyai peran sebagai pelaku. Selanjutnya kata ngawitan menempati sebagai fungsi predikat yang berkategori kata kerja (verbal) dan mempunyai peran sebagai perbuatan. Sedangkan kata ngidung menempati sebagai fungsi objek yang berkategori kata benda (nomina) dan mempunyai peran sebagai penjelas. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut:

Tabel 2.1.1

Analisis Sintaksis

Bismillah

ngawitan

ngidung

Fungsi

S

P

O

Kategori

N

V

N

Peran

Pelaku

Perbuatan

Penjelas

Pada kalimat keenam merupakan bagian isi dari teks puisi sawer panganten, kalimatnya dibentuk dengan konstruksi S + P + O yaitu terdapat pada larik keenam /Hidep nalikeun duriat/. Pada larik ini terdiri atas tiga kata dan delapan suku kata. Kata Hidep menempati sebagai fungsi subjek yang berkategori kata benda (nomina) dan mempunyai peran sebagai penderita. Selanjutnya kata nalikeun menempati sebagai fungsi predikat yang berkategori kata kerja (verbal) dan mempunyai peran sebagai perbuatan. Sedangkan kata duriat menempati sebagai fungsi objek yang berkategori kata benda (nomina) dan mempunyai peran sebagai penjelas. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut:

Tabel 2.1.2

Analisis Sintaksis

Hidep

nalikeun

duriat

Fungsi

S

P

O

Kategori

N

V

N

Peran

Penderita

Perbuatan

Penjelas

Pada kalimat kesembilan belas merupakan bagian penutup dari teks puisi sawer panganten, kalimatnya dibentuk dengan konstruksi S + P yaitu terdapat pada larik kesembilan belas /Mugi Gusti nangtayungan/. Pada larik ini terdiri atas tiga kata dan delapan suku kata. Kata Mugi Gusti menempati sebagai fungsi subjek yang berkategori kata benda (nomina) dan mempunyai peran sebagai pelaku. Selanjutnya kata nangtayungan menempati sebagai fungsi predikat yang berkategori kata kerja (verbal) dan mempunyai peran sebagai perbuatan. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut:

Tabel 2.1.3

Analisis Sintaksis

Mugi Gusti

nangtayungan

Fungsi

S

Ket

Kategori

N

V

Peran

Pelaku

Perbuatan

Secara umum dalam puisi sawer panganten, bagian pembuka (larik ke-1) /Bismillah ngawitan ngidung/ bermakna tentang permohonan ijin. Secara implisit juga mengajarkan tentang ajaran tauhid yaitu ke-Esaan Allah. Kata Bismillah adalah ungkapan yang digunakan penembang sebagai ciri bahwa dia akan memulai suatu kegiatan yang bernilai baik, maksudnya yaitu hendak membuka dan memulai sawer. Hal ini sesuai dengan kebiasaan kita pada umumnya ketika hendak melakukan suatu kegiatan.

Bagian isi (larik ke-6) /Hidep nalikeun duriat/ merupakan salah satu ajaran Islam mengenai perintah untuk melaksanakan ibadah nikah yang ditujukan bagi kedua pengantin, merupakan ajaran yang bersumber dari Al-Quran dan hadist. Sebuah hadist yang membicarakan pernikahan yang merupakan salah satu cara untuk menyempurnakan agama.

Bagian penutup (larik ke-19) /Mugi Gusti nangtayungan/ berisi penguatan sugesti dari larik-larik sebelumnya dan simpulan dari isi yang disajikan. Bagian ini merupakan suatu permohonan/doa penutup yang ditujukan untuk kedua pengantin agar selalu ada dalam lindungan Allah.

2.1.1.2 Formula Bunyi

Pembahasan mengenai bunyi meliputi pembahasan asonansi dan aliterasi berserta efek yang ditimbulkannya pada teks. (Pradopo, 2002:31). Dibawah ini dicantumkan bentuk-bentuk bunyi vokal dan bunyi konsonan yang terdapat pada larik ke 1, 6, dan 19 teks puisi sawer panganten.

Tabel 2.1.4

Larik

Bunyi Vokal

Bunyi Konsonan

1

/i/, /a/, /u/

/b/, /s/, /m/, /l/, /h/, /ng/, /w/, /t/, /n/, /d/

6

/i/, /e/, /a/, /u/

/h/, /d/, /p/, /n/, /l/, /k/, /r/, /t/

19

/u/, /i/, /a/

/m/, /g/, /s/, /t/, /n/, /ng/, /y/

2.1.1.3 Formula Irama

Irama yang digunakan dalam pembacaan teks/ penembangan puisi sawer panganten bersifat arbitrer (mana suka). Artinya, penutur puisi sawer panganten dapat membacakan teks tersebut dengan irama masing-masing (tidak ditentukan). Namun demikian, teks puisi sawer panganten pada pembacaannya mempunyai irama tertentu yang meliputi: pergantian naik-turun, panjang-pendek, keras-lembut ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Untuk lebih jelasnya, teks yang dianalisis diberi tanda tertentu, yaitu: tanda (−) menandakan nada yang panjang, tanda (∩) menandakan nada pendek, dan tanda () menunjukan nada yang sedang. Untuk dapat membedakan nada panjang (−) dan nada sedang () di ibaratkan dengan pembacaan Al-Quran. Pada pembacaannya, nada panjang (−) dibaca dengan lima harokat (lima ketukan) dan nada sedang () dengan dua harokat (dua ketukan).

Untuk memberikan nada-nada tersebut, dilakukan di setiap suku kata. Jadi gambarannya adalah satu tanda untuk satu suku kata. Intinya untuk melihat suku kata mana yang merupakan suku kata yang panjang, pendek atau suku kata yang disuarakan sedang. Berikut irama pada larik ke 6, 14,19 teks puisi sawer panganten:

Tabel 2.1.5

(1) Bismillah ngawitan ngidung

∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩

(6) Hidep nalikeun duriat

∩ ∩ ∩ ∩ ∩

(19) Mugi Gusti nangtayungan

∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ≥ ≥

Tembang puisi sawer panganten yang dilagukan panjang dapat dicirikan merupakan akhir dari sebuah larik dan yang dilagukan pendek merupakan kata yang membentuk unsur bunyi tertentu.

Penekanan (stressing) pada teks puisi sawer panganten terjadi pada sukukata-suku kata berikut:

(1) Bismillah ngawitan ngidung

(6) Hidep nalikeun duriat

(19) Mugi Gusti nangtayungan

Suku kata-suku kata yang bercetak tebal menandakan adanya penekanan (stressing) pada pelafalannya. Artinya, si penembang puisi sawer panganten ini melafalkan teks puisi sawer panganten dengan nada tertentu yang mengidikasikan adanya penekanan (stressing) pada suku kata-suku kata tertentu.

2.1.1.4 Diksi

Pilihan kata dalam puisi disebut diksi, kemampuan memilih kata merupakan syarat utama bagi penyair dalam menyusun puisi. Proses memilih kata pada puisi lisan, prosesnya berlangsung dengan cepat dan tidak dapat diulang. Kata-kata yang dipilih ada yang bermakna denotasi yaitu arti secara harfiah, konotasi adalah asosiasi pikiran yang dapat menimbulkan nilai rasa.

Bahasa yang digunakan dalam teks puisi sawer panganten ini merupakan teks bahasa Sunda yang bisa diketegorikan sebgai bahasa yang bersifat puitis. Artinya, bahasanya merupakan bahasa yang digunakan dalam karya sastra, khususnya puisi. Karena itu cukup sulit untuk memahaminya hanya dengan sekali mendengarkan. Seperti pada kalimat Hidep nalikeun duriat (Kalian mengikat cinta kasih).

2.1.1.5 Tema

Secara umum, puisi sawer panganten bersifat menasehati/mendoakan. Analisis tema, digunakan teori isotopi yang dikemukakan oleh Greimas. Dalam kajian ini, suatu kata/frasa akan diidentifikasi sebagai sesuatu yang mewakili suatu gagasan. Penjelasan mengenai isotopi-isotopi pada teks puisi sawer panganten ini ada pada table-tabel berikut. Berikut analisisnya:

1. Isotopi Tuhan

Tabel 2.1.6

Kata/frasa yang

termasuk isotopi Tuhan

Intensitas

Denotatif (D)

Konotatif

(K)

Komponen makna bersama

Firman

Wahyu

Dzat

Sifat

Bismillah

1x

D/K

+

+

+

+

Maha Suci

2x

D/K

+

+

+

+

Maha welas

1x

D/K

+

+

+

+

Maha Asih

1x

D/K

+

+

+

+

Pangeran

1x

D/K

-

-

+

+

Gusti

2x

D/K

-

-

+

+

Maha kawasa

1x

D/K

+

+

+

+

Amin ya robbal allamin

1x

D/K

+

+

-

+

2. Isotopi Alam

Tabel 2.1.7

Kata/frasa yang

termasuk isotopi

Alam

Intensitas

Denotatif (D)

Konotatif

(K)

Komponen makna bersama

Bumi

Kehidupan

Angkasa

Siang

2x

D/K

+

+

+

Wengi

2x

D/K

+

+

+

Beurang

1x

D/K

+

+

+

Peuting

1x

D/K

+

+

+

3. Isotopi Manusia

Tabel 2.1.8

Kata/frasa yang

termasuk isotopi Manusia

Intensitas

Denotatif (D)

Konotatif

(K)

Komponen makna bersama

Tubuh

Kelamin

Aktivitas

Hidep

1x

D

+

+

+

Putra

1x

D

+

+

+

Anaking

1x

D

+

+

+

2.1.2 Konteks Penuturan Puisi Sawer Panganten

2.1.2.1 Penembang

Puisi sawer panganten ditembangkan oleh seorang penembang (perempuan) atau disebut juga dengan juru sawer. Jumlah penembang dalam suatu acara saweran cukup satu penembang saja. Dalam acara tersebut penembang puisi sawer panganten ditemani juru rias pengantin dan orang tua dari kedua mempelai yang biasanya hanya diwakili olah para ibunya saja. Pada saat itu, juru rias terkadang ikut nyawer dengan menembangkan puisi sawer panganten.

Pada saat acara, penembang membawa catatan yang hanya digunakan sebgai persiapan saja kalau-kalau beliau lupa. Hal tersebut terjadi, karena penembang sudah hafal teks tembang puisi sawer panganten, disebabkan telah sering ditembangkan.

Peran penembang puisi sawer panganten adalah sebagai pencipta juga pemilik, artinya selain memiliki teks turunan, juga sebagai pencipta teks yang baru. Tetapi, dalam menciptakan teks yang baru, biasanya hal itu dilakukan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.

Fungsi dan tugas penembang dalam acara saweran adalah berperan sebagai orang tua pengantin. Kesan yang ditimbulkan ketika penembang menembangkan puisi sawer panganten pada saat acara saweran, seakan menjadi orang tua yang sedang memberikan nasehat kepada anaknya yang hendak menjalani kehidupan baru. Setelah selesai, selesai pula tugas dan fungsi penembang. Tugas tersebut ditentukan dari selesainya suatu teks ditembangkan.

2.1.2.2 Khalayak

Khalayak yang hadir dalam acara sawer pengantin atau saweran, cukup beragam, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Rata-rata mereka yang hadir yaitu berasal dari daerah setempat yang merupakan tetangga dekat dari penyelenggara hajatan.

Pada acara tersebut, khalayak berdiri di depan penembang yang pada awal penembangan mereka diam tidak bersuara. Namun, ketika tembang (puisi sawer panganten) sudah dimulai mereka terdengar ribut kembali apalagi setelah tembang berlangsung beberapa menit, maka mereka sudah mulai kesal yang ditandai dengan adanya ungkapan wuur...wuur...wuur.... Kata tersebut, ditujukan sebagi salah satu cara yang dipakai supaya penembang segera menyawerkan uang yang dari awal telah dipegang oleh penyelenggara hajatan. Kata itu juga implisit mengandung makna supaya penembang segera mengakhiri tembangannya.

Anak-anak yang hadir dalam acara tersebut bercampur antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan untuk para orang tua biasanya didominasi oleh para ibu. Dalam acara itu mereka seakan menjadi satu , tidak ada anak-anak atau pun oarng tua mereka bersaing untuk mendapatkan saweran.

Ketika saweran dilemparkan maka mereka saling berebut. Sedangkan untuk pemahaman terhadap isi uraian dari tembang puisi sawer panganten yang disajikan, sama sekali tidak terlihat apabila mereka memperhatikan uraiannya. Motifasi mereka berada di tempat tersebut yaitu untuk mendapatkan sawerannya yang berupa uang maupun permen. Seiring dengan perkembangan zaman yang sudah maju, kini saweran ada yang berupa sebuah undian yang dapat ditukar dengan barang-barang elekrtonik atau barang-barang lainnya yang dapat digunakan.

Jadi, pada acara saweran tersebut khalayak yang hadir hanya untuk sebagai bahan hiburan saja yang nyaris langka itu. Dan kalau diamati secara cermat rasanya tidak ada seorang pun yang memperhatikan pada isi uraian dari tembang puisi sawer panganten tersebut.

2.1.2.3 Interaksi antara Penembang dengan Khalayaknya

Interaksi yang terjadi antara penembang dengan khalayak dalam penembangan tembang puisi sawer panganten salah satunya dapat diketahui seperti yang sudah dijelaskan dalam subbab khalayak, yaitu adanya salah satu ungkapan yang diutarakan oleh khalayak yaitu kata wuur...wuur...wuur.... Kata ini dapat disebut sebagai salah satu interaksi karena dari kata tersebut, penembang mengetahui apabila khalayak sudah mulai jenuh atau bosan dan menginginkan supaya penembang mengakhiri puisi sawer panganten yang ditembangkannya. Namun, interaksi ini bukan merupakan suatu interaksi yang akan memacu penambang lebih semangat dalam menembang. Karena bagi penembang yang mudah terpengaruhi, hal ini akan mengurangi semangat menembangnya. Hal itu juga dapat membuat penembang asal-asalan dalam menembangkan puisi sawer panganten. Namun, bagi seorang penembang yang tidak mudah terpengaruhi dengan keadaan disekitarnya, kejadian ini akan dijadikan sebuah tantangan. Tantangan yang harus dilayani denagn mencari cara bagaimana supaya khalayak dapat kembali memperhatikan tembangannya. Salah satu cara yang dilakukan penembang yaitu dengan perpindah lagu atau pupuh. Selain itu melakukan guyonan yang melibatkan khalayak.

2.1.2.4 Waktu

Waktu pelaksanaan puisi sawer panganten biasanya dilaksanakan pagi hari kira-kira pada pukul 10.00. Untuk waktu tersebut, sangat bergantung selesainya acara serah terima dan akad nikah. Hal tersebut sesuai dengan kebiasaan, saweran dilaksanakan setelah acara inti dari sebuah pernikahan. Acara ini yang dimaksud, serah terima pengantin laki-laki dan akad nikah.

Lamanya waktu tidak dapat ditentukan dengan pasti. Namun, secara umum sebuah pertunjukan khususnya sawer tidak akan lebih dari satu jam. Hal tersebut sangat ditentukan oleh penembang. Penembang juga dipengaruhi oleh khalayak yang hadir pada waktu tersebut. Demikian karena ketika penembang sudah melihat reaksi khalayak, ketika khalayak sudah ribut dan tidak lagi memperhatikan penembang, maka pada saat itu sangat diperlukan kreatifitas penembang. Kreatifitas tersebut dapat berbentuk guyonan yang melibatkan khalayak dengan penembang. Jadi, kreatifitas tersebut dapat terlihat dari adanya interaksi antara penembang dengan khalayak.

2.1.2.5 Tempat

Tempat menembangkan puisi sawer panganten dilakukan di depan/ halaman rumah. Pada acara tersebut, penembang berada tepat di pintu (lawang panto) atau selain itu di Golodog (tangga yang menghubungkan antara teras rumah dengan dalam rumah).

Pada saat itu, penembang berdiri menghadap kepada pasangan pengantin dan khalayak. Pengantin membelakangi khalayak atau khalayak berada di belakang pengantin. Jadi, antara penembang, pengantin dan khalayak berhadap-hadapan. Pada saat itu, pengantin berada di antara khalayak, tapi berada paling depan dan membelakangi khalayak.

2.1.2.6 Jarak

Jarak antara penembang, pengantin dan khalayak tidak jauh kira-kira 2-3 meter. Dari jarak tersebut, terjadi kesan seakan penembang, pengantin dan khalayak sangat akrab, apalagi antara pengantin dengan khalayak, seakan menjadi satu bagian.

2.1.3 Proses Penciptaan Puisi Sawer Panganten

Cara penyampaian puisi sawer panganten dilakukan secara langsung. Dengan cara, seorang penembang melagukan atau menembangkan dan para pendengar atau khalayak menyimak/mendengarkan.

Secara keseluruhan, tembang yang puisi sawer panganten diciptakan oleh pencipta berisi tentang ajaran Islam. Ajaran yang disampaikan bertemakan, tauhid, akhlak, menguraikan tentang suatu hadist/wahyu. Dalam proses penciptaan, untuk menyesuaikan dengan tujuan awal puisi sawer panganten, seorang pencipta setidaknya mengetahui atau menguasai ilmu agama Islam.

Penciptaan dilakukan dalam dua kemungkinan, yaitu:

1. Terjadi secara spontan,

2. Dilakukan dengan cara ditulis terlebih dahulu

Kemungkinan yang pertama, pada situasi spontan, secara mendadak seorang penembang tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu diminta tampil. Teks yang dipakai ada dua kemungkinan, teks yang telah ada dalam ingatan penembang (teks turunan pada umumnya) hasil ciptaan dari leluhur ahli dan teks baru yang terjadi secara spontan.

Namun apabila memakai teks turunan tersebut harus disesuiakan dengan tema acara yang diselenggarakan. Apabila tidak sesuai dengan acara penciptaan teks baru akan terjadi, terjadi secara spontan ketika penembang sedang menembangkan puisi sawer panganten. Tembang mengalur dengan sendirinya. Hal tersebut terjadi karena penembang sudah menguasai formula dari aturan tembang puisi sawer panganten. Hal tersebut sama halnya dengan tembang lainnya, yaitu penguasaan aturan tersebut bukan hasil dari proses penghafalan. Hal itu terjadi dari pengulangan yang terus-menerus.

Kemungkinan yang kedua, yaitu penciptaan dengan terlebih dahulu ditulis. Hal tersebut terjadi dalam situasi penembang diundang dengan pemberitahuan terlebih dahulu. Pemberitahuan tersebut terjadi seminggu atau tiga hari sebelum acara dilaksanakan. Penciptaan pada situasi tersebut dilakukan untuk menyesuaikan teks dengan acara yang akan dilaksanakan.

Dalam puisi sawer panganten, seorang pencipta pasti beliau juga merupakan penembang. Tetapi, seorang penembang belum tentu dia menciptakan puisi sawer panganten. Karena mungkin saja seorang hanya mampu menembangkan tanpa bisa menciptakan.

2.1.4 Fungsi Puisi Sawer Panganten

Penuturan puisi lisan mempunyai fungsi sesuai dengan konteks sosial budaya masyarakatnya, diantaranya:

1. Sebagai sistem proyeksi

2. Sebagai pengesahan budaya

3. Sebagai alat pendidikan

4. Sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma masyarakat dan pengendalian masyarakat ( Badrun, 2003: 44-45).

Menurut Danandjaja bahawa fungsi dari sajak rakyat adalah:

1. Sebagai alat kendali sosial

2. Untuk hiburan

3. Untuk memulai suatu permainan

4. Untuk menganggu orang lain

2.1.4.1 Fungsi Pendidikan

Seperti yang dijelaskan Kusmiati Hadis, sawer merupakan sebuah nasehat atau petuah dari orang tua kepada anaknya yang menikah pada anaknya yang menikah (Hadis, 1986:15). Tujuan menasehati dalam puisi sawer panganten dapat dikatakan sebagai fungsi pendidikan.

Dalam teks puisi sawer panganten yang dijadikan objek penelitian ini, fungsi pendidikannya berkaitan dengan masalah keagamaan. Untuk dapat mengetahui kebenarannya dapat diketahui dari bagian isi yang diuraikan penembang dalam puisi sawer panganten.

Secara keseluruhan bagian isi yang diuraikan penembang dalam puisi sawer panganten, merupakan ajaran yang bersumber dari Al-Quran dan hadist. Sebuah hadist yang membicarakan pernikahan yang merupakan salah satu cara untuk menyempurnakan agama. Alasan pernikahan disebut sebagai cara menyempurnakan agama, karena dengan menikah, seseorang berarti menjaga agamanya, jiwanya, akalnya, keturunannya, dan hartanya.

Dalam teks puisi sawer panganten, secara jelas disebutkan bahwa tembang tersebut ditujukan bagi kedua pengantin. Akan tetapi, secra implisit, tujuan pencipta menciptakan teks tersebut yaitu untuk semua orang yang mendengarkan. Yang hadir dalam acara tersebut tentu saja beragam, para ibu-ibu (istri), bapak-bapak (suami), dan remaja putri. Jadi, secara tidak langsungnya tembang tersebut ditujukan untuk masyarakat luas.

2.1.4.2 Fungsi Hiburan

Fungsi hiburan dalam teks puisi sawer panganten, secara khususnya dapat diketahui salah satunya dari nada-nada dan irama yang tercipta dari tembang tersebut. Dengan mendengar alunan tembang tersebut, pendengar sudah merasa terhibur. Tetapi fungsi hiburan yang diperolah dari teks puisi sawer panganten ini pun tidak berbeda dengan fungsi pendidikan. Fungsi tersebut berlaku hanya untuk mereka yang benar-benar menyimak tembang puisi sawer panganten dan menikmati nada-nadanya.

Namun, secara umum, sawerannya tersebut, selain prosesi adat juga merupakan suatu hiburan. Hal tersebut disebabkan sudah semakin langkanya masyarakat menyelenggarakan saweran.

Fungsi ini juga dapat diketahui seperti yang telah disinggung, yaitu bahwa khalayak yang datang ke acara tersebut untuk bermain-main. Atau tujuan lain untuk melihat pengantin yang tampil beda dari biasanya. Juga kebiasaan para ibu/remaja putri, acara tersebut dijadikan momen untuk mengobrol/bergosip tentang pengantin.

BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hasil dari analisis dalam penelitian ini, diperoleh kesimpulan mengenai masalah yang telah dirumuskan. Sebagai berikut:

1. Puisi sawer panganten adalah salah satu bagian atau rangkaian dalam prosesi pernikahan adat Sunda. Puisi ini digunakan dalam upacara saweran untuk pengantin. Puisi sawer panganten dilakukan oleh seseorang yang ahli dalam menembangkannya atau disebut juga juru sawer.

2. Struktur dari puisi sawer panganten, puisi sawer panganten mempunyai 19 larik. Secara umum dalam puisi sawer panganten, bagian pembuka tentang permohonan ijin. Secara implisit juga mengajarkan tentang ajaran tauhid yaitu ke-Esaan Allah.

Bagian isi berisi tentang salah satu ajaran Islam mengenai perintah untuk melaksanakan ibadah nikah yang ditujukan bagi kedua pengantin, merupakan ajaran yang bersumber dari Al-Quran dan hadist. Sebuah hadist yang membicarakan pernikahan yang merupakan salah satu cara untuk menyempurnakan agama.

Bagian penutup berisi penguatan sugesti dari larik-larik sebelumnya dan simpulan dari isi yang disajikan. Bagian ini merupakan suatu permohonan/doa penutup yang ditujukan untuk kedua pengantin agar selalu ada dalam lindungan Allah.

Irama yang digunakan dalam pembacaan teks/penembangan puisi sawer panganten bersifat arbitrer (mana suka). Artinya, penutur puisi sawer panganten dapat membacakan teks tersebut dengan irama masing-masing (tidak ditentukan).

Tema dianalisis dengan menggunakan sebuah kajian isotopi. Secara umum, puisi sawer panganten bersifat menasehati/mendoakan.

3. Proses penciptaan untuk teks puisi sawer panganten, secara keseluruhan, tembang yang puisi sawer panganten diciptakan oleh pencipta berisi tentang ajaran Islam. Ajaran yang disampaikan bertemakan, tauhid, akhlak, menguraikan tentang suatu hadist/wahyu. Dalam proses penciptaan, untuk menyesuaikan dengan tujuan awal puisi sawer panganten, seorang pencipta setidaknya mengetahui atau menguasai ilmu agama Islam.

4. Konteks penuturan puisi sawer panganten, puisi sawer panganten ditembangkan oleh seorang penembang (perempuan) atau disebut juga dengan juru sawer. Fungsi dan tugas penembang dalam acara saweran adalah berperan sebagai orang tua pengantin. Kesan yang ditimbulkan ketika penembang menembangkan puisi sawer panganten pada saat acara saweran, seakan menjadi orang tua yang sedang memberikan nasehat kepada anaknya yang hendak menjalani kehidupan baru.

Khalayak yang hadir dalam acara sawer pengantin atau saweran, cukup beragam, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Rata-rata mereka yang hadir yaitu berasal dari daerah setempat yang merupakan tetangga dekat dari penyelenggara hajatan.

Waktu pelaksanaan puisi sawer panganten biasanya dilaksanakan pagi hari kira-kira pada pukul 10.00. Untuk waktu tersebut, sangat bergantung selesainya acara serah terima dan akad nikah. Hal tersebut sesuai dengan kebiasaan, saweran dilaksanakan setelah acara inti dari sebuah pernikahan. Acara ini yang dimaksud, serah terima pengantin laki-laki dan akad nikah.

Jarak antara penembang, pengantin dan khalayak tidak jauh kira-kira 2-3 meter.

5. Fungsi puisi sawer panganten yaitu sebagai media pendidikan dan hiburan . Fungsi tersebut sesuai dengan tujuan dari acara sawer itu sendiri sebagai sebuah nasehat dari orang tua untuk anaknya yang baru menikah.

Fungsi hiburan dalam teks puisi sawer panganten, secara khususnya dapat diketahui salah satunya dari nada-nada dan irama yang tercipta dari tembang tersebut. Dengan mendengar alunan tembang tersebut, pendengar sudah merasa terhibur.

3.1 Saran

Begitu banyak khazanah budaya yang ada di Indonesia ini, khususnya di Jawa Barat yaitu khazanah sastra Sunda yang sedikit demi sedikit mengalami persaingan yang diakibatkan masuknya budaya asing yang masuk ke negara kita. Untuk itu selakyaknyalah sebagai warga negara yang mencintai kebudayaan dan kesenian tanah airnya, baik yang berupa tradisi lisan/bukan tulisan dan tradisi tulis, khususnya tradisi lisan yang ada di Jawa Barat. Diadakannya penelitian-penelitian lain terhadap suatu kesenian tradisional sebagai upaya untuk mewariskan karya-karya para leluhur kepada para generasi baru sehingga dapat melestarikan dan mengembangkan khazanah kehidupan sastra Sunda di tengah-tengah persaingan budaya-budaya lain. Sebab sastra klasik adalah merupakan akar budaya bangsa, cermin jati diri bangsa dan sekaligus merupakan aset bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Terjemahan. Bandung: Dipenogoro

Badrun, Ahmad. 2003. Patu Mbojo. Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan, dan Fungsi. Jakarta: UI

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rieka Cipta

Danandjaja, James. 2002. Folklor Indonesia Ilmu Gosip, Dongeng dan lain-lain. Jakarta: Graffiti

Hadist, Yeti Kusniati dkk. 1986. Puisi Sawer Bahasa Sunda. Jakarta: P 3 B Depdikbud.

Hutomo, Suripan Sadi. 1991. Mutiara Yang Terlupakan. Jawa Timur: HISKI.

LAMPIRAN

1. Identitas Penutur

Nama : Ibu Ningsih Suryati

Umur : 48 tahun

Alamat : Jl. K. Natawijaya, Gg. Rahayu No.74

RT 11/RW 07, Kelurahan Cibadak, Kecamatan

Astanaanyar, Bandung 40241

Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA)

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Waktu Perekaman : Minggu, 23 Nopember 2008. Pukul: 10.00 WIB

2. Transkripsi Teks

Bismillah ngawitan ngidung

Nyebat asma Maha Suci

Maha Welas, Maha Asih

Cunduk waktu nurhayu

Niti wanci nu mastarub

Hidep nalikeun duriat

Ngaitkeun asih birahi

Tumut parentah Pangeran

Gusti nu Maha Kawasa

Nu munajat siang wengi

Sangkan kang putra waluya

Siang pinareng wengi

Prung anaking geura manggung

Didoakeun beurang peuting

Geus tandang cumarita

Nenede nu Maha Suci

Ginanjar kawilujengan

Amin ya robbal allamin

Mugi Gusti nangtayungan

3. Terjemahan

Bismillah melantukan nyanyian

Menyebut nama Maha Suci

Maha Pengasih, Maha Penyayang

Tiba saatnya kebahagiaan

Meniti waktu yang pasti

Kalian mengikat cinta kasih

Menyatukan kasih sayang

Mengikuti perintah Allah

Allah yang Maha Kuasa

Tempat meminta siang malam

Agar sang putra mendapat kemuliaan

Siang dan malam

Segeralah anakku laksanakan

Didoakan siang dan malam

Sudah tiba saatnya

Memohonlah kepada yang Maha Suci

Agar mendapat keselamatan

Amin ya robbal alamin

Semoga Allah melindungi

4. Biodata Penulis

Nama : Adam Rizal Mutaqin

Tempat dan Tgl. Lahir : Bandung, 24 April 1988

Agama : Islam

Alamat : Jl. Pagarsih, Gg. Warga Asih No. 124/90

RT 10/RW 07, Kelurahan Cibadak, Kecamatan Astanaanyar, Bandung 40241

Telepon : 085722029936

Email : platonic_system@yahoo.com